Selasa, 30 April 2013

Saya Batak dan tak Bisa Bernyanyi


Oleh Debora Blandina Sinambela

Ini hanyalah pandangan secara umum. Kenyataannya, tak semua orang Batak bisa bernyanyi.

Awal April 2012, saya berkesempatan mengikuti pelatihan Jurnalistik di Kota Daeng, Makassar. Pelatihan Jurnalistik tingkat lanjut yang pesertanya  berasal dari lembaga Pers di sejumlah kota. Teringat sebuah pertanyaan peserta dari Bandung saat saya menyebut asal dari Medan ditambah embel-embel Marga. “Kamu pasti jago nyayikan?” katanya menodong. Spontan saya menggeleng karena memang tak pintar nyanyi. “Biasanya orang Batak pintar nyayi”, ujarnya lagi.

Kalau di pikir-pikir tak salah ia berpendapat demikian. Faktanya banyak orang batak punya kemampuan lebih dalam olah vokal.Tidak bermaksut sombong atau membanggakan suku. Coba tengok dalam beberapa ajang pencarian bakat, generasi muda Batak cukup memberi kontribusi positif.

Siapa yang tak kenal Judika Sihotang, Joy Tobing, Firman Siagian. Atau para Legendaris seperti Jack Marpaung dengan suara yang garang, Rita Butar-Butar yang kualitas vokalnya disandingkan dengan Celine Dion, atau Lea Simanjuntak yang diakui dunia dengan karakter suara yang unik.

Atau tak usah jauh-jauh melihat ke sana, coba anda amati sekitar tempat tinggal anda. Kebiasaan bernyanyi memang sudah melekat sebagai identitas orang Batak. Jika lokasi tempat tinggal Anda dekat lapo tuak, pasti paham apa yang saya maksut. Lapo tuak biasanya salah satu tempat pemuda/orangtua Batak unjuk kebolehan suara mereka.Kualitas suara dengan range vokal yang terkenal tinggi, membuat setiap tembang yang disuarakan bagai sebuah perpaduan yang memiliki karakter kuat.

Namun apa yang membuat kemampuan orang batak lebih dalam olah suara? Dilihat dari latar belakang budayanya, sudah sejak dahulu orang batak gemar Mangandung (bersenandung). Magandung digunakan untuk mengungkapkan apa yang dirasakan dengan irama. Andung, dikenal bukan hanya ratapan karena kematian, kepedihan hati, penyesalan dan kebahagiaan. Andung sudah menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya ada yang disebut andung paragat (andung penyadap nira), andung parmahan ( gembala kerbau), dan andung parhaminjon (penyadap kemenyan).

Selain dari kebiasaan, dilihat dari kondisi geografis tempat tinggal orang Batak pun memang mempengaruhi kualitas vokal ini. Beberapa ahli sosiolog percaya bahwa letak Geografis Tanah Batak di Tapanuli dengan kawasan pegunungan beriklim sejuk memberi pengaruh besar.

Rumah antara penduduk berjauhan jaraknya. Sehingga jika tak berteriak atau bersuara keras, kemungkinan orang tidak dengar. Nah, akibat hal inilah orang Batak diyakini berproses secara alamiah memiliki suara khas dengan Range vokal tinggi.

Masuknya agama Kristen ke Tanah Batak juga membantu mengasah dan menyelaraskan suara yang dimiliki. Dalam tata ibaah Kristen, penyembahan dengan kidung pujian merupakan hal ang tak dapat dipisahkan. Sejak kecil masuk sekolah minggu sudah diajari bernyanyi. Selepas itu, saat remaja masuk kelompok Koor atau paduan suara gereja dikenalkan dengan notasi. Hingga tua pun masih akrab dengan bernyanyi dan notasi.


Kemampuan vokal ini memang didukung beragam hal. Mulai dari kebiasaan dalam masyarakat Batak membuat sering bernyayi. Kondisi geografis yang memepengarihi fisiologis pita suara hingga kemampuan ini disempurnakan di lingkungan agama. Namun ini hanya pandangan secara umum. Kenyataannya tak semua orang Batak bisa bernyanyi. Saya Batak dan Tak Bisa bernyanyi.

1 komentar: