Minggu, 09 Maret 2014

Stasiun Kereta Api Medan, Simbol Kejayaan Perdagangan Kota Medan

Oleh Debora Blandina Sinambela

Cikal bakal Medan sebagai kota Bisnis tak lepas dari pegaruh Tembakau Deli. Dibangunnya Stasiun Kereta Api Medan, menjadi pendukung Medan berkembang sebagai pusat perdagangan dan bisnis.

Rupanya Belanda mulai berfikir serius soal Tembakau Deli. Niat mengelolanya muncul dan terlihat jadi satu peluang bisnis menjanjikan. Pada tahun 1862 Belanda mengutus Jacob Nienhuys dengan sebuah visi uji coba potensi tembakau ini. Ia mendarat di Labuhan Deli.

Hanya butuh dua tahun, Tembakau Deli bekembang pesat. Dicap dengan mutu terbaik membuat tembakau ini punya pasar khusus ke mancanegara yaitu Bremen dan Amsterdam. Kota labuhan Deli pun ikut berkembang, menarik sejumlah investor dari mancanegara. Labuhan Deli menjadi pusat perdagangan dan pemerintahan.

Erond Damanik, sekretaris Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial Lembaga Penelitian Universitas Negeri Medan mengatakan bahwa Jacob menyadari kelemahan Labuhan Deli dari segi geografis. Tak cocok dibangun jadi sebuah kota besar karena sempit dan sering banjir. “Lantas ia berfikir memindahkan pusat adminitrasi ke Medan,” ujarnya.

Tahun 1869, Deli Maatchhappij pindah ke Medan. Deli Maatchhappij pindah tepat di persimpangan antara sungai Babura dan Sungai Deli atau sekarang tepat di belakang gedung Capital Building di Jalan Tembakau Deli. Posisi gedungnya menghadap sungai karena sungai jadi salah satu jalur transportasi mengangkut hasil kebun ke Labuhan Deli untuk kemudian dikirim ke luar negeri.

Tahun 1872 Jacob kembali ke Belanda. Kemudian ia digantikan oleh J.T Cremer sebagai komisaris Deli Maatchhappij. Cremer lantas mengusulkan membangun rel kereta api kepada pemerintah Belanda. Tujuannya supaya tranportasi cepat dan tidak terganggu lumpur ketika musim hujan.

Ia mendapat ijin dari pemerintah Belanda. Ia juga minta ijin kepada sultan Maimoon Al Rasyid dan memberi imbalan kepada sultan berupa tembakau. 23 Januari 1883 pembangunan rel kereta api dimulai. Deli Spoorwerg Maatchhappij, perusahaan kereta api swasta milik Belanda menangani pembangunan.

Adapun Jalur kereta api pertama yang dibangun adalah Jalur Medan-Labuhan sepanjang 17 kilometer. Pembangunan ini memakan waktu dua tahun. Tahun 1885, satu jalur ini resmi digunakan. Dalam buku Medan beeld Van en Stad karangan M.A Loderich E.A, digambarkan bahawa Hotel de vink milik Belanda dijadikan stasiun pertama. Letaknya tepat dipusat kota Medan di depan lapangan Merdeka atau sekarang kita kenal dengan Stasiun Kereta Api Medan.

Pembangunan jalur rel kereta api kembali berlanjut mengikuti perkembangan pekebunan. Dibutuhkan jalurnya-jalur lain mengangkut hasil kebun memenuhi permintaan ekspor. Bahkan Jalur kereta pun dibangun di Helvetia, Pancur Batu, Polonia, hingga dolok Masihol perbatasan Simalungun untuk mengangkut hasil kebun seperti Tembakau, Karet, coklat, Kopi, sawit hingga pekerja perkebunan.

Pada akhirnya Labuhan tak cukup mampu menampung kapal-kapal besar yang singgah. Pelabuhan dialihkan ke Belawan. Jadilah Belawan sebagai pintu gerbang ekspor. Jalur lain dibangun dari labuhan Deli-Belawan. Bertambahnya jumlah jalur kereta api, jumlah stasiunpun ikut bertambah. Stasiun yang dimiliki pada masa itu yaitu stasiun Medan-Gloegoer-Poeloebraijan-Mabar-Titi Papan-Kampoeng Besar-Laboen-Belawan-Pasar Belawan-dan Pelabuhan Belawan.

Sejak dari tangan Belanda hingga ke pemerintah stasiun Kereta Api Medan berubah 80 persen. Hal yang tersisa dari stasiun lama adalah menara jam di bagian depan stasiun, dipo lokomotif yang masih berarsitektur Belanda, bagian atap peron yang menaungi jalur dua dan tiga serta jembatan gantung di ujung sebelah selatan.

Di samping bangunan stasiun terdapat monumen lokomotif uap bertipe 2-6-4T buatan Hartmann (kemudian bernama Sächsische Maschinenfabrik) di Chemnitz, Jerman tahun 1914. Saat ini, stasiun yang terletak pada ketinggian +22 m dpl ini merupakan pusat Divisi Regional 1 Sumatera Utara dan NAD, sehingga merupakan stasiun KA terbesar seantero DivRe. Setiap harinya melayani 2000-2500 penumpang ke seantero Sumatera Utara.





Tulisan ini telah dimuat di KOVER Magazine

Kamis, 06 Maret 2014

You Have the Way, Get and Walking on It....



Coba kita lihat apa yang kudapat hari ini?
Hahah….mungkin kau bosan aku selalu memulai segala sesuatunya dengan bertanya. Oke baiklah, kenapa aku bertanya karena aku ingin tahu. Ingin tahu banyak hal, segala sesuatunya yang ada aku ingin pertanyakan. Kenapa dunia ini seperti ini? Apa yang ada diotak tiap-tiap orang? Apa setiap orang itu baik dan tulus? Apa tujuan hidup ini?kenapa kita harus hidup? Cinta itu apa? Apa yang kurasakan sekarang?

Ada banyak-banyak pertanyaan yang muncul dan akan selalu muncul diotakku. Namun inti dari semuanya adalah aku ingin tahu. Jujur, setiap kali aku bertanya serasa ada seuatu yang ingin keluar dari dalam diriku. Ingin menunjukkan dan menyatakan bahwa ia ada. Ada sesuatu yang selama ini kupendam. Apakah aku memendam diriku selama ini, diriku yang sebenarnya. Siapakah aku?

Aku selalu merindukan yang namanya kedamaian. Merindukan cinta, kasih sayang, keindahan dan ketenangan. Ditengah hiruk-pikuk dunia sekarang, bisakah aku mendapatkannya? Aku dituntut untuk ikut mobile, jika ingin sukses tentunya. Tahu tidak apa yang dunia jadikan tolok ukur kesuksesan? Ya mobilitas. Bentar dia udah di Amerika, bentar lagi di Jepang, bentar lagi udah nongol di Papua, eh bentar lagi udah dirumah bersama anak dan keluarga. Itukah tolok ukur kesuksesan?atau itu hanya bentuk kesuksesan yang terbentuk diotakku. Entahlah…

Aku teringat sebuah cerita ketika aku renungan pagi. Ada dua orang anak mendaki gunung lollipop. Kalau gunung terbanyang akan banyak pohon, maka disini coba gantikan pohon, bunga rumput dengan lollipop. Aku harap kau tak terlalu susah membayangkannya, seperti kita di negeri dogeng ya. Oke, jadi si dua anak tadi berjalan menuju puncak bukit. Si anak yang satu mencapai puncak lebih dulu dengan tergesa-gesa. Keranjangnya penuh sekali, tapi di merasa begitu letih.

Si anak kedua, justru belum terlihat muncul dipuncak. Dia masih asyik mengumpulkan lollipop beraneka macam. Sembari ia mengumpulkan lollipop, ada seekor kupu-kupu muncul atau burung-burung kecil mengitarinya. Ia menyempatkan diri menari bersama mereka. Atau jika ia merasa lelah, ia beristirahat sebentar, memandang indah senja dari lereng bukit, atau menatap bulan dan bintang. Indah sekali. Semakin ia lihat semua, semakin dia bersyukur atas apa yang ia lihat dan rasakan. Lalu apa yang bisa kita ambil?

Menjadi manusia ambisius hanya meninggalkan rasa lelah. Tak bisa menikmati keindahan-keindahan kecil disekitar kita. Kita mungkin akan cepat mencapai puncak kesuksesan, memiliki semuanya. Tapi bahagiakah kita dengan itu? Apakah kita punya cerita indah yang akan kita ceritakan selain bagaimana cepatnya kita mencapai puncak itu? Menceritakan berapa banyak yg kita dapat? Itukah bahagia? Hidup untuk mengumpulkan dan setelah itu lelah?

Atau menjadi manusia yang menikmati setiap jalannya. Memang lambat sih, hasilnya tak langsung muncul tiba-tiba. Namun selama dalam perjalanan ada banyak cerita, ada banyak syukur dan ada banyak kenyataan yang membuka mata. Ada seyum, tawa, atau bahkan tangis. Kita menikmati itu bukan? Pada akhirnya selain mendapat hasil kita mendapat cerita dan jadi pelajaran hidup. Kita menggapai puncak dengan kepuasan ganda, kepuasan materi dan batin. Lantas kita mau jadi yang mana? Saya ingat apa kata “Coach” saya, hidup ini untuk bahagia. Pilihlah jalan yang membuatmu bahagia, You have the way. Get in and walking on it.

Jumat, 07 Februari 2014

Tak Hanya Surga Bagi Kupu-Kupu


Udara lembab dan sejuk terasa menyentuh kulit. Sengaja saya bangun pagi-pagi untuk menikmati suasana sejuk di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.

Teks dan Foto: Debora Blandina Sinambela dan istimewa

Cahaya matahari baru menyentuh puncak-puncak perbukitan kapur yang menjulang mengelilingi taman. Rasanya benar-benar seperti berada ditengah hutan. Dari balik pepohonan rimbun, suara satwa-satwa liar sahut menyahut. Sesekali kawanan monyet menampakkan diri, bergelantungan dari satu pohon ke pohon lain.

Taman nasional ini berada di Kota Makassar, tepatnya di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Dari pusat Kabupaten Maros, perjalanan menuju kawasan wisata alam Bantimurung kami tempuh sekitar 15 km atau kurang lebih 40 km dari kota Makassar. Perjalanan ini tak memakan waktu cukup banyak, tidak lebih dari satu jam.

Taman Nasional ini merupakan salah satu tujuan wisata andalan yang menawarkan wisata alam berupa lembah bukit kapur yang curam dengan vegetasi tropis. Taman ini terletak pada gugus pegunungan karts atau kapur terbesar kedua di dunia setelah Cina. Pegunungan kapur terkenal dengan bentuk stalaktit dan stalakmit yang indah. Di taman ini, kita juga menemukan air terjun serta gua yang merupakan habitat beragam spesies termasuk kupu-kupu.

Seorang ahli Botani dari Inggris Alfred Russel Wallace menjuluki Bantimurung sebagai The Kingdom of Butterfly atau kerajaan kupu-kupu. Menurutnya di lokasi ini terdapat sedikitnya 250 spesies kupu-kupu. Kupu-kupu memang menjadi daya tarik utama Taman Nasional ini.

Ada 20 jenis kupu-kupu yang dilindungi pemerintah. Beberapa spesies unik bahkan hanya terdapat di Sulawesi Selatan, yaitu Troides Helena Linne, Troides Hypolitus Cramer, Troides Haliphron Boisduval, Papilo Adamantius, dan Cethosia Myrana. Antara tahun 1856-1857, Alfred Russel Wallace menghabiskan sebagian hidupnya di kawasan ini untuk meneliti berbagai jenis kupu-kupu.

Sebagai kerajaan kupu-kupu, tentu tak susah menemukan kupu-kupu ditempat ini. Kupu-kupu dengan bermacam bentuk akan lalu lalang dan hinggap disetiap bunga-bunga sekitar taman. Di gerbang selamat datang terdapat replika kupu-kupu dengan ukuran besar. Di dekat pintu keluar banyak berjejer pernak-pernik, gantungan kunci, serta pajangan dengan kupu-kupu yang diawetkan. Kupu-kupu ini merupakan kupu-kupu yang mati di penangkaran. Ada juga yang sengaja di tangkap dan merupakan jenis kupu-kupu yang tidak dilindungi. Kupu-kupu di Bantimurung sangat dijaga ekosistem serta populasinya oleh undang-undang. Bahkan ditengah taman sengaja dibangun museum khusus kupu-kupu dengan bermacam spesies.

Air Terjun

Selain menjadi surga bagi sejumlah satwa, Taman Nasional seluas 43.750 ha ini menawarkan potensi alam yang tak kalah menarik. Salah seorang petugas taman menjelaskan bahwa masyarakat berkunjung ke taman ini juga untuk menikmati derasnya air terjun serta berpetualang menyusuri gua-gua dalam taman.

Air terjun Bantimurung memiliki lebar 20 meter dan tinggi 15 meter. Airnya yang jernih dan sejuk meluncur dari atas gunung batu dengan deras sepanjang tahun. Di bawah curahan air terjun terdapat sebuah tempat pemandian dari landasan batu kapur yang keras dan tertutup lapisan mineral akibat aliran air selama ratusan tahun.

Kedalaman air di pemandian ini antara mata kaki hingga ke pinggang. Namun di musim penghujan, deras air bisa bertambah pun dengan kedalamannya. Airnya juga jadi lebih keruh. Arus deras air yang mengalir di sisi bebatuan inilah yang dimanfaatkan pengunjung berarung jeram menggunakan ban karet.

Ban bisa disewa seharga Rp 10- Rp 20 ribu. Arung jeram sangat diminati setiap pengunjung apalagi ketika air berarus deras. Kalau anda memang berani, bisa rasakan sensasinya berteriak, tertawa, bahkan menangis kesakitan kalau terbentur batu. Pengunjung yang berada di hilir biasanya akan bersorak, memberi tepuk tangan atau menertawakan anda jika ban karet anda terbalik. Efek setelah mencoba ada dua, yaitu ketagihan atau tidak akan pernah mencoba lagi.

Di sebelah kiri air terjun terdapat tangga beton setinggi 10 meter yang merupakan jalan menuju dua gua yang ada di sekitar air terjun, yaitu Gua Mimpi dan Gua Batu. Namun kami memilih menyusur gua Batu. Untuk mencapai mulut gua, kita harus berjalan kaki sekitar 800 meter dari air terjun masuk ke dalam hutan. Sebelum masuk goa ada baiknya menyewa senter atau lampu petromax sebagai penerangan menyusur lorong goa yang gelap.

Untuk masuk ke dalam goa cukup berjuang melewati tanah licin dan batuan sempit. Sesekali kita juga harus merangkak masuk keruang dalam goa. Di bagian dalam Goa dihiasi stalagmit dan stalaktit dengan bentuk-bentuk yang indah. Goa ini pun tak lepas dari cerita-cerita mistis. Nama lain dari Goa ini adalah Goa Jodoh. Pengunjung yang percaya biasanya akan membawa pasangan yang ingin dinikahi lalu memanjatkan doa di dalam goa. Di sudut Goa juga terdapat sebuah tempat bertapa raja Bantimurung. Lalu ada sumber air tawar konon jika digunakan membasuh muka akan awet muda.

Goa ini juga merupakan makam dari Raja Bantimurung yang pernah memerintah di wilayah Maros dan sekitarnya. Namun tak ada informasi lain soal makam ini. Hanya dari pintu masuk, saya melihat sebuah bentuk makam yang dipagar dan ditutup dengan kain. Inilah yang dipercaya sebagai makam sang Raja. Segala unsur mistis yang melekat dengan goa ini kembali kepada kita mau percaya atau tidak. Hanya ketika masuk Goa disarankan untuk menjaga kesopanan.

Kalau anda kebetulan berkunjung ke kota Makassar, tak rugi singgah ditempat ini. Taman Nasional Bantimurung juga dilengkapi dengan fasilitas lainnya seperti permainan flying fox, mesjid, rumah sewaan, kolam renang atau jika ingin merasakan suasana piknik dengan hamparan tikarpun tersedia. Jadi taman nasional ini tak hanya surga bagi kupu-kupu, namun juga surga bagi anda penikmat wisata alam.


Rabu, 05 Februari 2014

De Javu

   Debora Blandina Sinambela

                         "Semua jalan akan bertemu dan semua sungai akan mengalir ke laut yang sama"                                                                 (Paulo Coelho, Aleph)
                                            


Buih putihnya menggunung dalam gelas keramik putih. Yang membuatnya istimewa dan tak biasa bagiku adalah campuran kayu manis. Aroma kopi, susu dan kayu manis berpadu bak aroma bunga mekar saat musim semi. Begitu khsas, begitu segar. Lembut dan manis.

“Srupppppp………hmmm” .

Entah apa yang membuatku begitu begitu tergila-gila pada aromanya dan hanyut dalam rasanya. Aku menemukan sesuatu yang membuatku begitu bahagia. Seolah-olah aku pernah merasakannya. Aku termenung.

“Kenapa Ra, ada yang salah?”

“Rara…,Ra…!”

“Em, enggak Ben. Aku baik-baik saja. Hanya aku merasa seolah-olah pernah berada dalam situasi ini. Aku Merasa sangat bahagia dengan segala sesuatu yang tak asing bagiku. Tapi disatu sisi ada perasaan kehilangan dan kepedihan yang dalam. Aroma, rasa dan perasaan ini. Apa ini yang disebut de javu?”

“Aku tak ingin mengatakan bahwa aku orang yang paling paham soal de javu. Setiap orang pasti pernah mengalaminya dari waktu ke waktu. Namun ketika orang mengalami sensasi ini, kebanyakan langsung melupakannya karena mengganggap ini sesuatu hal yang tak masuk akal. De javu menunjukkan bahwa waktu tidak berlalu. De javu adalah lompatan menuju sesuatu yang sudah kita alami dan sekarang sedang terulang lagi.”

“Apa kita mengulang sesuatu yang pernah kita lakukan dulu?”

“Mungkin saja. Mungkin kau dan aku sudah pernah bertemu dikehidupan sebelumnya.”

Sejenak darahku mendesir mendengar ucapannya. Jantungku mendegup tak karuan. Otakku terkecoh dengan sesuatu hal yang dianggap konyol kebanyakan orang. Antara percaya atau tidak. Namun apapun itu, saat ini aku bersyukur Ben hadir di kehidupanku.

Aku bertemu dengannya saat menghadiri sebuah diskusi soal kekerasan terhadap perempuan di Pendopo kampus. Ada 30an mahasiswa dari beragam fakultas waktu itu dan ia jadi pemimpin diskusi. Dikalangan mahasiswa, ia dikenal sebagai pribadi yang lantang menyuarakan kepentingan masyarakat tertindas.

Ada semacam daya dalam dirinya yang menularkankan rasa semangat, optimisme dan idealisme. Dan itu adalah awal kedekatanku dengannya hingga sekarang. Hingga kami memutuskan menjalin hubungan lebih dari sekedar teman diskusi.

Aku tak akan bosan menghabiskan waktu seharian dengannya. Mendengar ceritanya soal politikus busuk, pejabat korup, kekerasan atas nama agama, masalah gender atau opininya soal negara Demokrasi. Atau ia akan cerita soal Socrates, Plato, Aristoteles.

Ia juga akan cerita soal masa Inquision di Spanyol abad ke 13. Atau soal perkumpulan rahasia di Eropa Priory of Sion yang baru ia baca dalam novel dari penulis favoritnya. Sebagai mahasiswa filsafat mungkin ia sudah terbiasa dengan itu, meski terkadang aku mual mendengarnya. Namun bagiku, segala yang ada padanya adalah magnet yang membuatku tak bisa jauh darinya.

“Ranisa, aku tak perlu perlu mengatakan aku percaya de javu untuk meyakinkanmu bahwa kau akan selalu bersamaku. Baik dulu, sekarang dan yang akan datang. Aku yakin kau akan selalu tetap disini,” ujar Ben memegang dadanya. Aku menatap kesungguhan dalam matanya. Mata elangnya memancarkan ketulusan dan kedalaman rasa. Aku yakin ini bukan rayuan gombal.

“Sekali lagi aku bersyukur karena Tuhan menciptakan mahluk sepertimu,” gumamku dalam hati.

***

Pagi-pagi sekali tiba-tiba Ben sudah berada di depan kamar kost, mengajakku keluar.

“Kita akan kemana Ben?”

“Tenanglah, tak usah khawatir. Aku ingin membawamu kesebuah tempat yang sudah lama aku ingin kita berada disana.”

“Apa yang ia akan lakukan terhadapku?kemana ia akan mengajakku? Apa yang harus kulakukan?” Pikiran-pikiran ini berkelabat di otakku.

Kebingunganku seketika bertambah saat tempat yang kami tuju adalah sebuah gereja. Jelas ini bukan hari minggu. Pengunjung gereja hanya lansia yang setiap pagi berdoa di sini. Gereja? Apa ia akan ingin menikah dengan ku hari ini? Aku memang mencintainya, tapi untuk menikah aku sungguh tak siap.Ben, kau sudah gila?

“Jangan berfikir macam-macam dulu,” ujar Ben seolah membaca pikiranku. Ia menuntunku masuk ke dalam gereja.

Bau dupa yang dibakar Pastor menyeruak memenuhi ruangan. Ben menyalakan lilin dan ia menyuruhku memegang satu. Cahaya lilin memantul kemataku dan Ben menunduk dihadapanku.

“Aku menghianatimu dengan meninggalkanmu, aku ingin kau mengampuni aku,”

“Menghianati ? Aku tak tahu bagaimana mengampunimu kalau aku tak tahu apa yang kau lakukan? Ini konyol Ben, aku tak tahu apa yang kau lakukan sekarang.”

“Percaya atau tidak, kau sudah ada dikehidupanku sejak dulu. Aku yakin dengan segala pertanda yang ada sebelum dan setelah kita bertemu. Sejak pertama kali aku menatap matamu. Ada kenangan yang mengingatkanku bahwa dulu aku menyakitimu dengan meninggalkanmu. Dalam setiap mimpi yang kualami dan kenangan yang terlintas dipikiranku. Aku tersiksa dengan penglihatan-penglihatan itu. Ingat bagaimana perasaanmu tadi malam. Sesuatu yang tidak kau ketahui namun ada dihatimu. Kalau perlu, pikirkanlah aroma favoritmu dan biarkan ia menuntunmu ke tempat yang perlu kau tuju.”

“Aku tidak tahu kenapa harus memaafkan pria yang kucintai. Aku tidak tahu bagaimana harus melakukannya. Aku memaafkan semua orang yang bersalah terhadapku. Aku memaafkanmu karena aku tidak tahu apa yang kau lakukan sekarang. Aku memaafkanmu karena terkadang aku mual mendengar ceritamu. Aku memaafkanmu untuk kesalahan yang belum kau lakukan. Apakah ini sudah sesuai dengan permintaanmu?

“Sesungguhnya yang kuinginkan adalah kau memaafkanku secara khusus. Aku sadar bahwa segala sesuatu terhubung, semua jalan bertemu dan semua sungai akan mengalir ke laut yang sama. Aku ingin membebaskan diri dari kebencian dengan cinta dan pengampunan.”

Aku ingin berlari meninggalkannya karena ketakutanku serta ketidakpahamnku. Berkali-kali ia menjelaskan alasannya namun aku masih tak paham. Kembali aku memandangnya matanya dan kembali aku menemukan kesungguhan dan kedalaman perasaan yang aku tidak mengerti.

“Aku memaafkan waktu ku yang habiskan untuk menunggumu,

Aku memaafkan ketidakmampuanmu memilih,

Aku memaafkan harapan-harapan palsu,

Aku memaafkan semua penghianatan,

Aku memaafkan kecemburuan ,

Aku memaafkan harapan-harapan yang mati sebelum waktunya,

Aku memaafkan untuk rasa sakit terhadap kehilangan,”

Aku membuka mataku dan melihatnya berlutut dihadapanku. Aku menuntunnya berdiri dan menggeggam tangannya. Meski aku tak mengerti namun ada rasa damai dalam diriku dan kurasa dalam dirinya juga.

***

Sepuluh tahun berlalu sejak hari ia membawaku ke gereja. Terakhir aku menggenggam tangannya saat ia pamit ke kampus bertemu dengan sekelompok mahasiswa yang sudah menunggunya. Mereka akan membahas strategi unjuk rasa besar meruntuhkan rezim reformasi yang amburadul.

Namun setelah aksi itu, sejumlah mahasiswa menghilang. Ada yang bilang mereka diculik suruhan pemerintah. Termasuk Ben. Sampai sekarang aku tak tahu kabarnya.

Aku tak perlu perlu mengatakan aku percaya De Javu untuk meyakinkanmu bahwa kau akan selalu bersamaku. Baik dulu, sekarang dan yang akan datang. Aku yakin kau akan selalu tetap disini.

Jika ia mampu datang dari masa lampau, maka aku yakin suatu saat dikehidupan yang akan datang ia akan kembali. Menemukanku dan meminta maaf atas rasa kehilangan ini. Aku yakin bahwa segala sesuatu terhubung, semua jalan akan bertemu dan semua sungai akan mengalir ke laut yang sama.


Rabu, 30 Oktober 2013

Nostalgia

Oleh Debora Blandina Sinambela

Seharusnya kita tidak mencoba berada di sini, dalam kehampaan, tanpa bisa melakukan sesuatu apapun untuk menyelamatkan hati kita dari rasa sakit.

Aku mudah jatuh dengan suasana yang memberi ruang bernostalgia. Terkadang kau memang tenggelam dalam pikiran-pikiran yang berkelebat dan tak muncul ke permukaan. Tapi dalam waktu yang tidak kusangka, kau muncul kembali bersama kenanganmu. Ini semua membuatku masih merasa memilikimu, seperti barang kesayanganku yang hilang dan aku menemukannya lagi di genggaman orang lain. Aku ingin bilang, “Hai, itu milikku. Aku pernah memilikinya, saat ini aku ingin bersamanya.”



Aku tahu saat ini kau sudah memiliki perempuan yang ke sekian sejak kita sama-sama sepakat mengakhiri hubungan kita. Suatu siang lima tahun yang lalu. Yang kuingat, aku betul-betul terisak. Aku berusaha untuk berhenti menangis, namun yang ada butir-butir hangat itu tetap mengalir, deras semakin deras hingga mataku sembab. “Apakah benar-benar tidak bisa lagi kita pertahankan?” tanyaku waktu itu. Kau pun hanya mampu menjawab dengan gelengan.

Dan sekarang kita sedang berada di sebuah bukit, tempat kita sering menatap kota dari ketinggian. Di tempat ini kita pernah berjanji untuk saling menjaga hati bahwa kau tidak akan pernah meninggalkanku, pun demikian dengan aku. Semua kenangan itu mencuat kembali, merambas waktu serta menghancurkan bendungan yang kubangun sekuat hati selama ini.

Tiba-tiba hujan turun. Suhu di bukit jauh lebih dingin. Pertemuan ini jadi terasa melankolis, apalagi kita tak banyak bicara. Suara yang jelas kudengar hanya suara gesekan dedaunan karena dihantam awan yang mulai menutup badan bukit. Kota yang awalnya bisa kita lihat mulai samar-samar tertutup kabut. Ada perasaan takjub melihat gerakan awan yang seperti asap putih melewati tubuh kita. Untuk sebuah kencan mungkin ini akan terasa romantis. Tapi yang kurasakan ini kencan aneh. Kencan nostalgia, yang mempertemukan medium masa lalu dan masa kini.

“Aku belum pernah meminta maaf secara langsung. Maaf karena aku pernah membuatmu menangis. Maaf juga untuk mereka yang pernah mengusik kenyamananmu,” ujarmu memecah kebekuan.
“Ya. Lupakan saja, semua sudah jadi masa lalu,” kataku.

Ingatanku kembali melayang, menerawang. Mungkin kau teringat kejadian setelah kita putus. Kali ini soal perempuan barumu. Aku tak mengerti apa yang ia pikirkan. Dia pernah berpura-pura jadi dirimu untuk meminta kita kembali lagi. Dia pernah menanyakan keraguannya terhadapku. Dia ragu apakah kau mencintainya, dia ragu kalau dia hanya pelampiasanmu untuk segera melupakan aku. Aku begitu tulus mengatakan kalau kau sangat mencintainya. Bukankah karena kau begitu mencintainya maka kau putuskan aku?

“Kenapa kau membawaku ke sini?” tanyaku balik.

“Aku merindukannmu. Aku tidak tahu kenapa.”

Setelah sekian lama, kenapa kau harus kembali lagi? Kau tahu kita memang berbeda. Bedanya, aku tak pernah lelah dengan perasaan-perasaan sentimentil semacam ini. Aku selalu percaya berbagai harapan yang tumbuh di sekelilingku. Meski harapan yang hanya akan membuatku tidak produktif menjalani hidup. Harapan yang sering kali harus bertabrakan dengan kenyataan yang pahit. Bahwa kau tidak berani memilih atau membuat pilihan.

“Kenapa kau begitu sulit melupakanku Dian? Perasaanmu membuat aku merasa semakin berdosa terhadapmu.”

“Aku percaya bahwa cinta adalah anugerah. Yang kulakukan selama ini hanya mensyukuri anugerah itu. Bukan cinta yang salah atau perasaanku yang salah. Mungkin kita yang salah menempatkan rasa ini. Kalau kau tanya mengapa tidak bisa kutepis perasaan ini, jawaban apa pun kan tak akan membuatmu puas. Jangan merasa berdosa seperti itu, kau sedang tidak melakukan tindakan kriminal.”

Hujan semakin deras. Pohon pinus tempat kita berteduh tak dapat berbuat banyak. Kau bersandar di batang pinus sementara aku berdiri membelakangimu. Rambutmu mulai basah dan kau sedikit tampak menggigil. Tiba-tiba kau menarik tanganku, membuat tubuhku ikut tertarik tepat di sampingmu.

Kalau kau tetap di situ kau bisa basah kuyup. Itu alasan kenapa aku menarikmu di sampingku,” jawabmu menanggapi tatapanku yang meminta penjelasan atas tindakanmu yang tiba-tiba.

Kau tahu Dian, dalam doaku, aku memohon jikalau kita memang tidak ditakdirkan bersama, aku ingin kau dijauhkan dariku. Tapi jikalau engkau adalah perempuan yang diciptakan melengkapiku, aku ingin kita dipersatukan suatu saat nanti.”

“Apa mungkin suatu saat kita bisa kembali lagi?”

“Aku tak tahu. Yang bisa kupastikan aku merindukanmu."
Mendengar jawabanmu ada yang hendak meledak. Mataku mencari-cari kesungguhan di kedalaman matamu. Andai saja kau mengerti bahwa aku selalu takut dengan janji dan harapan, apalagi bila itu berkaitan dengan masa depan. Semua itu menyedot seluruh energi yang kupunya.

“Namun saat ini kita tidak bisa kembali. Besok aku harus kembali ke Flores, Dian. Aku tak yakin terhadap diriku sendiri. Aku dan kau akan terpisah jauh. Aku takut melakukan kesalahan dan itu berarti menyakitimu lagi. Dan kau juga tahu tentang dia.

Mendengar penjelasanmu aku hanya bisa terdiam. Hanya otakku yang berputar mencari arti semua ini. Setelah sekian lama aku masih menyimpan perasaan untukmu. Bersusah payah aku mengubur kenangan serta harapan yang kau buat. Berharap dengan begitu aku bisa melupakanmu. Kau mungkin tak tahu apa isi doa yang kupanjatkan setiap malam supaya suatu saat engkau kembali. Ya, kau memang kembali dan Tuhan menjawab doaku. Kau kembali bukan menjawab rindu yang ku bendung. Bukan meminta kita kembali seperti bayanganku saat kau mengajak aku ke bukit ini. Kau hanya mempertegas ketidakmampuanmu memilih.

“Dian aku masih menyayangimu”

“Aku tahu. Kau sudah mengatakan itu kemarin. Baiknya kita pulang, aku tak kuat menahan dingin ini lebih lama lagi.”

Hujan masih saja turun, mengiringi motor yang kau pacu menuruni bukit. Aku tak pernah merasa sedingin ini hingga membuat gigiku gemeretak. Namun aku tak terlalu hiraukan itu, di sudut hatiku aku merasakan kelegaan. Selama ini aku takut salah membuat pilihan. Di mataku hanya kau sosok sempurna yang membuat aku menghamba pada harapan-harapan kau kembali. Sedang kau sendiri, dibayangi oleh ketidakmampuan memilih. Maka kali ini kuputuskan berani memilih. Aku memilih menatap ke depan dan tak memandang kebelakang lagi. Kuyakini pilihanku kali ini benar.

Jumat, 16 Agustus 2013

Veryanto Sitohang: Dari Pluralisme Hingga LGBT


Beragam tudingan miring kerap ia terima. Dituduh provokator, penyebar berita bohong, tidak beragama, teroris, tidak bermoral hingga dikatakan penikmat pelacur. 

 Veryanto Sitohang mencoba mengingat kembali kejadian yang ia alami sekitar November 2011, saat  membuka akun facebook miliknya. Ia mendapati pesan dari Pendeta Elson Lingga, Pendeta Ressort Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD) di Wilayah Kuta Karangan Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil, bahwa gereja mereka terancam dibongkar.

Saat itu Very menyampaikan agar jemaat sabar dan turut prihatin dengan kondisi mereka. Selang enam bulan kemudian, tepatnya Mei 2012 Very kembali dapat  pesan dari Pendeta Elson menyatakan bahwa gereja mereka telah disegel. Ia pun terkejut dan segera meminta kontak Pendeta Elson, memastikan permasalahannya.

Very yang merupakan direktur Aliansi Sumut Bersatu (ASB), organisasi yang berotasi pada masalah-masalah pluralisme membicarakan hal ini pada anggotanya. Dua hari kemudian Very dan tiga rekannya di ASB sepakat berangkat menuju Singkil.

Sesampainya di sana, Very segera  melakukan pertemuan dengan majelis gereja yang terancam dibongkar. Dalam pertemuan itu, ASB dan majelis-majelis gereja merumuskan kronologis penyegelan dan strategi advokasi membatalkan rencana  Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil.

Very dan majelis gereja mengambil langkah dengan mengirim surat ke sejumlah tokoh agama, negarawan, aktivis, cendekiawan, dan lembaga negara terkait. Diharapkan  mereka berkenan memberi pandangan kepada pemerintah, khususnya Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, Kementerian Hukum dan HAM, Gubernur Aceh, Bupati Singkil dan aparat Kepolisian untuk memberi perlindungan serta jaminan kebebasan beribadah sesuai dengan agama dan keyakinannya.

Very menyebutkan, penyegelan gereja-gereja di Kabupaten Aceh Singkil menambah daftar panjang kasus intoleransi di Indonesia. ”Realitas ini membuat hak masyarakat atas jaminan kebebasan beribadah sesuai agama dan keyakinan tidak terpenuhi bahkan dirampas oleh pengambil kebijakan,” ujarnya.

Kasus penyegelan di Aceh Singkil hanya sebagian kecil dari kasus yang ia tangani bersama ASB. Sebenarnya, ASB dibentuk untuk melihat ancaman keberagaman yang menguat di tengah masyarakat. Awalnya, mereka hanya fokus menangani masalah pluralisme di Sumatera Utara. Namun, belakangan mulai menangani masalah di Aceh, Riau dan Padang.

Beberapa kasus lain yang mereka tangani adalah penurunan patung Budha di Tanjung Balai, pelarangan aktivitas Ahmadiyah oleh Walikota Medan, pendirian rumah ibadah Parmalim dan Peraturan Daerah Pak-pak Dairi tentang anti pelacuran yang berpotensi mengkriminalisasi perempuan. Selain itu, ia juga mengangkat isu hak-hak kaum Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender (LGBT).

Sosok yang Peka

Sejak mahasiswa, lelaki kelahiran Sidikalang, 17 April 1978  ini sudah aktif di lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)  yang menangani isu kekerasan terhadap perempuan dan anak. Pilihannya untuk terjun di LSM bermula dari niat ikut-ikutan saja. Namun, belakangan ia tertarik memperjuangkan hak-hak minoritas seiring bertumbuhnya rasa prihatin melihat orang-orang yang haknya dirampas. “Semua orang berhak diperjuangkan,” tegas Very. Kemudian, tahun 2004-2009 ia juga membentuk “Peduli”, lembaga yang juga menangani kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Keaktifannya di LSM membuat Very dikenal sebagai sosok yang cerdas, energik dan peduli. Sarma Hutajulu, seorang pengacara yang sudah mengenal Very kurang lebih delapan tahun menjelaskan sosoknya yang peka. “Ketika terjadi sesuatu di sekelilingnya dia langsung respon itu. Dia cepat mengambil inisiatif,” kata Sarma.
Misalnya untuk kasus yang menimpa perempuan dan pluralisme, Very kerap melakukan penggalangan dana hingga memberikan pressure kepada pihak terkait. Sikap peka ini diiringi pula dengan rasa percaya dirinya yang tinggi. Meski kebanyakan orang bilang ia tidak mampu, namun ia akan tetap lakukan dengan  percaya diri. “Dia itu selalu pengin tampil. Kalau istilah sekarang bisa dibilang dia itu narsis lah,” kata Sarma sambil tertawa.

Selain bentuk advokasi, Very kerap melakukan penelitian, memberikan pelatihan kepada mahasiswa, akademisi, masyarakat dan kaum LGBT. Isu LGBT baru-baru saja mereka angkat karena menurut Very,  belakangan isu ini mulai muncul di masyarakat. Bahkan mereka dekat dengan tindak kekerasan dan pelanggaran haknya oleh pemerintah.

Menurut Very, setiap orang berhak menentukan nasibnya sendiri. Bahkan masalah pilihan seks itu adalah hak mereka. Tidak ada yang berhak melarang dan mengatakan mereka berdosa.”Itukan masalah dia dengan Tuhannya, ya selama mereka tidak mengambil hak orang lain, mereka pantas dibela,” kata Very.
Very kerap menerima macam-macam tudingan miring sebagai konsekuensi atas perjuangan yang ia lakukan. 

Perjuangannya sering dianggap salah oleh pemerintah maupun masyarakat yang punya pandangan lain.
Di Aceh, sempat beredar imbauan pemerintah setempat bahwa Very provokator. Ia sempat dilarang muncul di Tanjung Balai. Pemerintah Pakpak Dairi mengatakan ia sebagai penikmat pelacur terkait protes yang dilayangan Very perihal rancangan undang-undang anti pelacuran. Very sering di stigma macam-macam, bahkan dituduh jadi bagian isu yang disuarakan,” papar Sarma.

Namun tudingan-tudingan itu tidak menyurutkan niatnya. Justru ia semakin gigih menyuarakan hak-hak kaum minoritas di tengah masyarakat. Menurut Very masyarakat hanya kurang diberi pemahaman masalah pluralisme maupun LGBT.

Namun perjuangan Very dalam menegakan pilar-pilar HAM tak sia-sia. Tahun 2011 lalu ia masuk nominasi Maarif  Institute Award, sebuah bentuk apresiasi dan pengakuan terhadap anak-anak bangsa yang berdedikasi tinggi untuk merawat keindonesiaan dan memerjuangkan kemanusiaan. Award ini merupakan ikhtiar untuk menemukan pribadi-pribadi kreatif dan tangguh yang berjuang untuk kemanusiaan guna mempromosikan dan menularkan kerja-kerja kemanusiaan di tingkat masyarakat akar rumput.

Sastra, Sebuah Pengabdian dan Tugas Kemanusiaan

Jika politik itu kotor, puisi akan membersihkannya. Jika politik bengkok, sastra akan meluruskannya.  – John  F Kennedy

Ada pendapat mengatakan ber-sastra adalah kodrat ilahi yang ada pada manusia. Artinya siapapun  sebenarnya bisa menghasilkan karya sastra. Masalahnya akhir-akhir ini karya sastra lebih banyak menginduk pada keinginan kapitalis, bukan pada ibu kandungnya yaitu “kerja”.

Dalam buku ini, Nurani Soyomukti, seorang pekerja sosial-budaya menegaskan kembali esensi sastra itu. Dalam alam  terdapat realitas kehidupan berupa kontradiksi yang memunculkan pengetahuan, ide dan kreatifitas. Kontradiksi antar manusia terutama dalam hal kehidupan ekonomi, paling esensi diulas dalam karya sastra.

Kontradiksi harus dihadapi dan diselesaikan. Namun untuk mengetahui kontradiksi itu manusia harus berpikir lalu mencari strategi menyelesaikannya. Di sanalah hakikat kerja itu berperan, ada gerak fisik dan fikiran manusia untuk menghadapi dan merubah keadaan. Yang dianggap mampu menjangkau kontradiksi dalam masyarakat biasanya kaum intelektual dan sastrawan.

Namun belakangan, banyak sastrawan atau seniman yang justru mengeksploitasi realitas untuk diangkat dan menguntungkan dirinya sendiri, seolah menegaskan posisi inteleknya. Hanya bermain kata-kata baik dalam karya, tulisan, dan pembicaraan tanpa sampai pada analisis dan pengetahuan objektif.
 
Oleh WS Rendra, mereka dikatakan sebagai “seniman salon”  yang tidak mau menggugah kesadaran dan membangkitkan pergerakan mengontrol dan melawan penyimpangan. Hasil karya mereka berupa tulisan, buku, novel, film, sinetron tidak lebih dari proses dan kegiatan produksi ekonomis baik dari pengarang, penerbit, toko buku maupun masyarakat.

Buku misalnya, bukan hanya masalah penulisan tapi komoditi yang diproduksi penerbit dan dijual dipasaran untuk mencari keuntungan. Drama, adalah lahan bisnis yang mempekerjakan orang tertentu menghasilkan komoditas yang dikonsumsi penonton. Penulis, mereka para pekerja yang diupah oleh penerbit menghasilkan komoditi yang ingin dijual.

Karya mereka juga tak jauh-jauh dari penjualan kata cinta, eksploitasi perempuan yang secara tidak langsung sebagai “pelacur” yang dilegalkan, hedonisme, menjual mimpi dan komedi.  Masyarakat khususnya generasi muda diberi karya yang membuat mereka terlupa dengan realitas sosial. Yang ada, mereka dicekoki karya-karya  yang mengandung benih-benih pragmatisme, konsumerisme yang berujung pada pembodohan bangsa serta melanggengkan kapitalisme.
Inilah yang Nurani Soyomukti sampaikan melihat merebaknya karya-karya sastra kapitalis. Ia melahirkan buku penyadaran bahwa sastra adalah sebuah pengabdian dan tugas kemanusiaan. Bukan semata-mata sebagai kreativitas kosong dan ruang kosong. Tema-tema penting seperti kebohongan publik, persoalan korupsi, bahasa, sejarah, kontradiksi dalam realitas kehidupan harus menjadi hal dasar kerja-kerja kesenian.

Nurani menghadirkan karya pembanding yang menurutnya layak  dikatakan sebagai karya sastra.  Sebagai contoh karya Pramoedya Ananta Toer. Ia menggugah semangat pembaca dengan menceritakan lahirnya pencerahan dan kesadaran kelas tertindas membongkar penindasan di dalamnya. Dalam Bumi Manusia, ia mengangkat Minke yang awalnya berpaham feodal, kolot, dan bodoh menjadi manusia baru yang berwawasan luas, modern, dan mampu menjelaskan pada masyarakat penindasan fisik dan ideologi feodalisme dan kapitalisme-kolonialisme Belanda.

Kesadaran agar mampu menyingkap  lalu melawan penindasan adalah kesatuan pesan dari tulisan sastra Pram. Selain Pram, ada Marxim Gorky dalam novel Ibunda, WS Rendra dalam Sajak Sebatang Lisong, Puisi karya Widji Tukul, Novel karya Ayu Utami dalam Saman dan Larung.

Tak hanya novel, beberapa fim-film garapan sineas idealis mencoba mengangkat tema-tema dengan pesan moral yang menguak realitas kontradiktif dalam masyarakat dan mencoba mengajak penonton merenungkan keadaan yang perlu dirubah.

Film-film bertema realis seperti Mendadak Dangdut, Marsinah, Sendal Bolong untuk Hamdani, Mengejar Mas-Mas berusaha mengangkat tema humanis dan menguak bagaimana masyarakat kita masih didera berbagai masalah akibat sombongnya kekuasaan.

Juga film-film nasionalis seperti Naga Bonar Jadi 2, dan film-film yang berusaha mengangkat tema-tema tradisi seperti Pasir Berbisik dan Opera Jawa,  cukup menunjukkan tingkat estetik tanpa menyisakan kebodohan dalam masyarakat. Kebenaran-kebenaran seperti inilah yang harusnya diungkap melalui sastra.  
Dari semua penjelasan dan cara penulisan, penulis sepertinya cukup memberi perhatian pada aliran Marxisme. Bahasa yang digunakan lugas, serta sangat menentang kapitalisme dan menentang kelas-kelas dalam masyarakat.

Dalam buku ini, bentuk perlawanan diembuskan dengan bahasa yang menyala-nyala dan didukung data-data juga realitas yang terjadi. Sastra tak hanya permainan kata-kata semata, lebih dari itu.  Sastra berupa kata-kata bijak yang membangkitkan gerak melakukan perubahan. Itulah Sastra Perlawanan.