Jumat, 22 Juni 2012

Menapaki Jejak Masa Lampau Di Tepian Danau Toba

Siang itu cukup panas. Rasanya matahari bersinar tepat diatas kepala saya. Menapaki aspal mulus sendirian, membuat saya betul- betul menikmati  udara sejuk yang berhembus dari  Danau Toba. Hamparan sawah hijau dan megahnya Dolok Tolong yang dikelilingi bentangan Bukit Barisan  membuat saya  semakin takjub pada tanah kelahiran saya, Tano Batak. Setelah berjalan kurang lebih 300 meter, akhirnya saya tiba di tempat tujuan saya, Museum TB. Silalahi Center.

Dengan sigap, petugas keamanan lengkap dengan seragam kebesarannya mempersilahkan saya masuk setelah membayar konstribusi sebesar sepuluh ribu rupiah. Museum TB. Silalahi Center terletak di Jalan Pagar Batu , Desa Silalahi, Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir.  Museum ini dibangun pada tanggal 7 Agustus 2006  oleh Letjend (Purn) DR TB Silalahi Sh dan diresmikan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada April 2008. Museum ini terdiri atas Gedung Induk, Ruma Bolon, Museum Batak, perkampungan Batak , cafe & restoran, serta taman -taman bunga yang tertata rapi.




Memasuki kawasan museum, kita akan di samput pajangan  helikopter  militer jenis BO-106 yang sering digunakan Pak TB selama bertugas di TNI Angkatan Darat. Satu unit tank tempur jenis AMX-13 buatan Perancis yang dulu sempat digunakan pasukan militer Israel. Belakangan dibeli Indonesia memperkuat Batalyon Tank TNI AD, dimana TB Silalahi tercatat sebagai Komandan Batalyon Tank pertama saat berpangkat Mayor.

Kemudian saya memasuki bangunan utama yaitu Gedung induk dengan arsitektur modern di padu ukiran-ukiran tradisi batak dan ornamen batak. Didalam gedung ini kita bisa menikmati museum pribadi TB Silalahi. Disepanjang dinding gedung berisi riwayat hidup, pendidikan, prestasi, karier,  kisah-kisah pilu yang penuh perjuangan dari seorang TB Silalahi. Ada juga patung-patung TB silalahi dengan berbagai kostumnya selama masih menjadi angkatan. Asesoris, senjata, pakaian, kendaraan, bintang  penghargaan, foto-foto kenangan dan segala sesuatu menyangkut TB Silalahi bisa kita temukan.



Setelah keluar dari gedung utama, kita bisa melihat Ruma Bolon yang berarti Rumah Besar yang merupakan Rumah adat Batak. Terdapat banyak Gorga (ukiran-ukiran) di sepanjang dinding Rumah yang memiliki nilai filosofis dan religius. Singa – singa di kiri dan di kanan, jenggar maupun ulupaung untuk rasa nyaman penghuni, hiasan payudara yang berarti kesuburan dan  kadal/cecak yang bermakna kebijaksanaan.

Untuk kesekian kalinya saya terpesona dengan arsitektur bagunan Museum Batak yang berada di kiri bangunan Induk. Selain mengadopsi unsur tradisional, bangunan panggung juga menyesuaikan diri dengan kondisi elevasi lahan yang berkontur. Bangunan museum ini dibuat bertingkat dua dengan satu lantai mezzadine sebagai lobby. Sebelum memasuki gedung, kita disambut dengan patung Raja Batak setinggi tujuh meter yang memegang togkat Tunggal Panaluan.

Dalam Museum Batak  kita bisa menemukan ikon Budaya Batak dan koleksi etnografi batak. Ada koleksi dari Batak Toba, Batak Mandailing, Batak Angkola, Batak Karo, Batak Simalungun dan Batak Pak-Pak. Koleksi yang disimpan di Museum Batak berupa benda-benda artefak yang dikelompokkan berdasarkan tema tertentu. Seperti yang berkaitan dengan Arsitektur, Aksara dan Sastra, Karya Seni, Religi dan Upacara, Peralatan sehari-hari.

Setelah mengelilingi bangunan yang luasnya sekitar 2900 meter persegi yang terdiri dari museum tertutup 1300 meter persegi, museum terbuka 1300 meter persegi dan fasilitas lain 300 meter persegi,  kaki saya mulai terasa pegal. Saya pun memutuskan untuk beristirahat sambil memandang bebas dari lantai dua museum yang berdinding kaca transparan ke arah Danau toba. Pemandangan yang menurut saya benar-benar sempurna. Terlihat jelas Pulau samosir yang berada di tengah danau, Bukit Barisan yang membentang serta kota-kota yang berada di pinggiran Danau Toba.  Ditambah lagi dengan lagu Oh Tano Batak yang berkumandang, benar-benar membawa saya terhanyut pada setiap detik yang berlalu.

Perjalanan kita belum selesai, masih ada tempat yang harus kita kunjungi yaitu Kampung Batak. Area ini berisikan rumah tradisi Batak Toba yang berusia sekitar 120-150 tahun. Tempat ini di resmikan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 18 Januari 2011. Seperti halnya pemukiman khas Batak, tempat ini tertutup membentuk masyarakat kelompok kecil yang berisi tiga Ruma dan tiga Sopo.

Di depan salah satu ruma terdapat Patung Sigale-gale yang erat kaitannya dengan mitos upacara pemakaman. Konon patung ini akan manortor sendiri setelah dibantu oleh dukun untuk menghibur orang yang sudah meninggal namun dia tidak memiliki anak lelaki sebagai penerus marganya.

Selain itu terdapat ulubalang yaitu patung yang terbuat dari batu atau kayu yang di ukir. Patung ini dikatakan sebagai pelindung desa dan di puja serta disembah agar selamat dari bahaya  pada zaman animisme. Didepan patung terdapat kotak permohonan. Jika mau, anda bisa memasukkan kertas yang berisi permohanan anda. Ada juga replika Makam Batu yang berbentuk keranda dari zaman batu besar (Megalitikum). Biasanya dijadikan sebagai tempat pemakaman kepala suku atau orang yang dihomati.


Tidak terasa tiga jam sudah saya berada di tempat ini. Kesan modern namun mengandung unsur tradisional Batak menghiasi setiap detil dari lokasi ini. Bukan hanya dari koleksi barang-barangnya saja yang menjadi daya tarik namun dengan latar belakang Danau Toba yang asri membuat anda betah berlama-lama. Setiap bangunan tertata rapi dan dihubungkan oleh jalan-jalan kecil yang terbuat dari batu serta taman-taman bunga yang di desain khusus.

Bagi yang ingin melakukan penelitian bisa mengunjungi tempat ini atau sekedar ingin mengenal budaya batak juga bisa menjadikan tempat ini sebagai salah satu tujuan wisata anda. Selain  bisa menikmati wisata yang mendidik, juga bisa menikmati wisata alam sekaligus. Setelah  mengelilingi semua tempat, perjalanan akan terasa semakin sempurna dengan menutupnya di  cafe & restoran TB Silalahi Center sambil memandang senja di Danau Toba.



Jalan Menuju Rumah


Aku terlalu banyak mengeluh
belum seberapa jalan yang sudah ku lalui
namun rasa lelah  duluan menghadang
belum setengah jalan sampai
masih beberapa langkah dari garis awal
serasa berjalan diatas aspal panas
tanpa alas kaki
ingin cepat pergi dari jalan ini

di ujung jalan ini
aku tau ada sebuah rumah
yang dibangun beratapkan harapan
berdindingkan impian
berpondasikan kekuatan
aku memang belum pernah melihat rumah itu
hanya mendengar dari mereka
yang lebih jauh menempuh jalan dariku
mereka pun belum perrnah melihatnya
namun mampu merasakan keberadaan rumah itu

kita tak pernah tau kapan jalan ini berakhir
jalan ini juga tidak selalu lurus
akan banyak persimpangan, tanjakan bahkan turunan
jalan ini juga tak selalu mulus
akan ada lubang dan kerikil
atau kita mungkin akan tesesat
jika tidak patuh arah
namun satu hal yang pasti
satu langkah memang tak berarti
namun tetaplah bergerak, berjalan
disetiap jalan yang kau lalui
banyak hal yang akan kau temui
satu, dua hingga seribu langkah
kaupun menemukan seribu hal baru

“ Medan, 18 November 2011 pukul 19.44. Saat aku cukup lelah dan menunggu seseorang yang membawa kunci itu”.